Kelalaian Tanggung Jawab Suami Sebagai Alasan Gugat Nafkah Madliyah Tanpa Adanya Perceraian

Authors

  • Qoidul Khoir Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nurul Qarnain

DOI:

https://doi.org/10.59059/tabsyir.v1i2.656

Keywords:

Madliyah's Living, Children, Divorce

Abstract

This article aims to describe the review of Islamic law on the obligations of a father who abandoned the maintenance of the child in the decision of the Supreme Court number 608/K/AG/2003 and describing a living madliyah children after divorce based on the protection of children's rights in Law Number 23 Year 2002 on the Protection of Children. This research is included in the type of normative legal research, using a statutory approach and a conceptual approach. The processing of legal materials in normative legal research is by means of literature studies which are described and then linked between one legal material and other legal materials, especially the relationship between the elements covered in the research problem. So it is presented in a systematic writing form to answer the problems that have been formulated in this research. The result showed that the duty of a father to meet child support does not become payable if the elapsed time, but it could be due to maintenance if there is a decision of the judge. This imposition on the grounds that the father in condition to be able to work deliberately remiss. Supreme Court Decision No. 608/K/AG/2003 does not conflict with Islamic law. Every parent has an obligation to be responsible for nurturing, nurture, educate, and protect children. Deliberateness of a father neglects the obligation to provide maintenance, so that children can not get their rights and suffer a loss, then it can be described as acts of negligence as regulated in Law Number 23 of 2002 on the Protection of Children

References

Artikel ini bertujuan mendeskripsikan tinjauan hukum Islam terhadap kewajiban seorang ayah yang telah melalaikan nafkah terhadap anak dalam putusan Mahkamah Agung RI nomor 608/K/AG/2003 dan mendeskripsikan nafkah madliyah anak pasca perceraian ditinjau dari aspek perlindungan hak anak dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pengolahan bahan hukum dalam penelitian hukum normatif adalah dengan cara studi kepustakaan diuraikan kemudian dihubungkan antara bahan hukum satu dengan bahan hukum lainnya, terutama relasi antara unsur yang tercakup dalam masalah penelitian. Sehingga dipaparkan dalam bentuk penulisan yang sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa kewajiban seorang ayah untuk memenuhi nafkah anak tidak menjadi hutang jika telah lewat masanya, namun nafkah tersebut dapat menjadi hutang jika ada keputusan hakim. Pembebanan ini dengan alasan bahwa ayah dalam kodisi mampu untuk bekerja sengaja melalaikan kewajibannya. Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor: 608/K/AG/2003 tidak bertentangan dengan hukum Islam. Setiap orang tua memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak. Kesengajaan dari seorang ayah melalaikan kewajiban dalam memberikan nafkah, sehingga anak tidak dapat memperoleh haknya dan mengalami kerugian, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan penelantaran sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Downloads

Published

2020-04-25

How to Cite

Qoidul Khoir. (2020). Kelalaian Tanggung Jawab Suami Sebagai Alasan Gugat Nafkah Madliyah Tanpa Adanya Perceraian . Tabsyir: Jurnal Dakwah Dan Sosial Humaniora, 1(2), 62–70. https://doi.org/10.59059/tabsyir.v1i2.656